Kapal Sargon
Posted: Jumat, 06 November 2009 by j13_21n90 inEmpat Bulan Terjebak Neraka Es
Sargon adalah sepotong drama petualangan paling mendebarkan dalam dunia pelayaran. Selama empat bulan terjebak bongkahan es di perairan Arktik, Kutub Utara, mereka bertahan hidup di palka kapal, tanpa bahan bakar dan bekal, hanya tekad dan semangat hidup yang tiap hari semakin melemah.
Awal tahun 1923 adalah lembaran hitam bagi 12 awak kapal penangkap ikan bernama Sargon. Kapal berbahan bakar batu bara yang dilengkapi jala tarik (semacam pukat) itu berlayar dengan tenang dari Pelabuhan Grimsby, teritori Inggris.
Walau Januari adalah musim dingin, ini adalah kesempatan untuk menangkap ikan-ikan yang muncul ke permukaan laut.
Seperti kebanyakan nelayan pada masa itu, Sargon pun berlayar untuk mencoba peruntungan melaut di musim dingin. Tujuan mereka adalah perairan lepas pantai North Cape (Norwegia) sampai ke Perairan White Sea (wilayah Rusia).
Minggu-minggu awal pelayaran mereka, laut sudah tampak tak bersahabat. Ikan-ikan yang diharapkan pun tak jua terjaring. Tangkapan mereka sangat minim dan mengecewakan. Namun kapten kapal Sargon, John Patton, menyemangati seluruh kru kapalnya agar jangan cepat menyerah.
Walau angin dingin berhembus lambat, jala tetap dilempar. Sargon membentuk pola penangkapan dengan jaring yang sudah biasa mereka lakukan. Namun memang nasib belum berpihak. Sampai akhirnya pada minggu terakhir pelayaran, John Patton memutuskan untuk kembali ke pelabuhan, karena bahan bakar yang semakin menipis dan perbekalan yang hampir habis.
Panen Terbesar
Tepat 28 Januari 1923, saat Sargon putar haluan dari Perairan White Sea, seluruh awak kapal dikagetkan penampakan bias- keperakan di kejauhan. Setelah melakukan pengamatan teliti, mereka bersorak girang, bias keperakan itu adalah segerombolan ikan yang bersiap melakukan migrasi besar-besaran.
Masih diliputi kegembiraan, John Patton segera melakukan perhitungan. Ia mempertimbangkan persediaan bahan bakar dan kemungkinan "perburuan" ikan. Setelah yakin bahwa bahan bakar kapal masih cukup hingga ke Pelabuhan Tromso di Norwegia, Kapten John Patton menyetujui permintaan semua kru untuk mengejar gerombolan ikan-ikan gemuk itu.
Perburuan gerombolan itu berlangsung mudah. Mereka sendiri kaget dengan hasil tangkapannya, hingga palka kapal terisi penuh ikan. Ini adalah tangkapan terbanyak yang melimpah ruah seumur hidup mereka sebagai nelayan.
Hari berikutnya, kemudi kapal diarahkan ke Tromso. Kapal bergerak sangat lambat karena sarat beban. Sesuatu yang luput dari perhitungan sang kapten bahwa beban muatan yang bertambah sampai ambang kapasitas maksimal, ternyata memboroskan bahan bakar.
Terjebak Es
Dengan terseok-seok, Sargon terus dihela. Namun laut memang sulit diramalkan. Mendadak angin dingin berhembus kencang, badai salju menghalangi pandangan. Selama berjam-jam, kapal dengan susah payah menembus tirai hujan dan salju. Sampai akhirnya terhalang oleh bongkahan
es terapung.
Kewaspadaan ditingkatkan, karena dalam pelayaran di wilayah Arktik, es terapung ibarat karang menakutkan yang bisa bergeser sesuai tiupan angin. Dengan tenaga terakhir, Sargon melakukan pelayaran hati-hati, menghindari tabrakan dengan es dan harus pula menyiasati angin dan salju.
Sialnya, selama hampir dua minggu, salju dan angin terus bertiup. Menghalangi upaya terakhir Sargon kembali ke pelabuhan. Stok batu bara yang semakin menipis akhirnya habis, sementara kapten tak bisa memastikan arah pelayaran, karena cuaca yang sangat buruk.
Sargon pun terombang-ambing dipermainkan angin, salju dan gelombang laut yang mengganas. Arus air mendorong kapal yang kehabisan tenaga itu menuju arah baratlaut, keluar semakin jauh dari rute pelayaran yang semestinya. Kapal terus terseret ke perairan terdingin mendekati kutub utara yang membeku.
Dingin yang tak tertahankan membuat seluruh awak kapal memutuskan untuk menunggu hingga musim dingin berlalu, sebelum melakukan upaya penyelamatan. Keduabelas awak termasuk kapten kapal, berkumpul di palka kapal yang terlindungi.
Duduk merapat menghangatkan diri, tak ada yang bisa mereka lakukan selain menjaga agar api tetap menyala ketika dingin menyengat.
Untuk itu, mereka membakar apa saja yang bisa dibakar, termasuk jala, furnitur kapal, bahkan bagian dek kapal. Selama empat bulan mereka mengurung diri dari cengkeraman dingin yang mematikan di ruang palka kapal. Tanpa bekal kecuali tumpukan ikan hasil tangkapan yang juga sudah membeku.
Selama empat bulan, Sargon terjebak dalam laut es yang membeku, mengubur kapal mereka dalam tutupan salju.
Epik Kepahlawanan Sargon
Beberapa minggu sebelum dinyatakan hilang, Sargon dielu-elukan sebagai pahlawan. Kapal nelayan itu punya cerita lain tentang upayanya menyelamatkan kapal Ethel Nutton dari amukan badai.
Awal Januari 1923, cuaca di laut lepas Norwegia sedang mengamuk. Beberapa nyala terang suar terlihat jauh dari Pelabuhan Grimsby di Inggris, tanda sebuah permintaan tolong. Tetapi karena cuaca buruk, tak satu pun kapal yang sandar memberi reaksi. Namun Kapten John Patton dan seluruh awak Sargon mengambil satu keputusan kontroversial.
Demi kemanusiaan, Sargon menjawab panggilan itu dengan melaju dengan kekuatan penuh menuju asal suar. Ombak besar dan angin tak menghalangi mereka untuk mendekati kapal Ethel Nutton yang berguncang hebat lepas kendali di pusaran air.
Setelah melakukan perhitungan, Sargon mendekat. Melemparkan pelampung untuk menolong delapan awak kapal itu. Namun arus menelan semua pelampung tanpa sisa. Kapten John Patton menilai tak lebih dari setengah jam, Ethel Nutton pasti hancur dan tenggelam. Satu keputusan berbahaya pun diambil.
Ia mendekat dengan perhitungan matang. Menyuruh seluruh awak Ethel Nutton untuk mengikat diri dengan tali dan melemparkan ujung tali yang bebas ke dek Sargon, agar awaknya bisa menarik mereka ke Sargon. Dibutuhkan kelihaian dan keahlian yang luar biasa untuk pekerjaan penyelamatan seperti ini. Salah-salah, kedua kapal akan bertabrakan dan tenggelam.
Dalam upaya pertama, tiga awak Ethel Nutton berhasil diselamatkan. Lima kali percobaan yang sama dilakukan, sampai akhirnya seluruh awak kapal terselamatkan, hanya sekian menit sebelum Ethel Nutton hancur dan tenggelam. Dengan sisa-sisa tenaga, Sargon melepaskan diri dari arus liar. Mereka berlayar kembali menuju Pelabuhan Granton di Norwegia.
Upaya penyelamatan yang berani oleh Sargon dan awaknya mendapat pujian dan sambutan luar biasa. Namun Kapten John Patton dan seluruh awak menolak semua hadiah yang ditawarkan. Menurut mereka, penyelamatan sesama kapal adalah wajib hukumnya.
Dilepas dengan elu-elu dan pujian, Sargon berlayar kembali dari Granton ke Grimsby. Setelah mengisi ulang bahan bakar dan memuat logistik, keesokan harinya mereka berlayar. Sebulan kemudian Sargon dinyatakan hilang.
Bertahan Hidup di Lautan Es
Kapal Sargon tetap dikenang sebagai legenda oleh kaum nelayan di Eropa Utara. Kisah tentang Sargon adalah satu dari fenomena perjuangan manusia untuk bertahan hidup di lautan es. Sargon akhirnya berlabuh kembali di Grimsby (Inggris) setelah dinyatakan hilang selama empat bulan.
Di suatu pagi yang mendung pada Februari 1923, sejumlah koran lokal di Eropa Utara menulis berita tentang hilangnya sebuah kapal bernama Sargon. Diperkirakan kapal nelayan dengan 12 awak itu hilang di sekitar Perairan North Cape dan Laut Arktik, Kutub Utara.
Berita itu muncul setelah sebuah kapal nelayan dari perusahaan perikanan Standart Fishing Company pada 2 Februari 1923 melaporkan melihat Sargon berlayar pelan di Perairan North Cape, Norwegia, menuju Grimsby. Namun kapal itu tak pernah sampai di Grimsby. Itu adalah laporan terakhir Sargon terlihat di perairan, setelah satu bulan berlayar. Untuk kapal sekelas Sargon, bekal yang dibawa hanya cukup untuk bertahan selama satu bulan pelayaran.
Setelah ditunggu-tunggu dan dilakukan pencarian, Sargon tak pernah ditemukan lagi. Akhirnya pada awal April, secara resmi otoritas kelautan Inggris menyatakan kapal Sargon berikut 12 awaknya, hilang. Keluarga korban yang empat bulan lebih menanti tanpa kepastian, akhirnya pasrah. Mereka pun mengklaim asuransi dan ganti rugi.
Duka pun menyelimuti keluarga ke-12 awak kapal Sargon. Mereka melakukan seremoni dan doa perpisahan terakhir dengan orang yang mereka cintai. Semua sudah merelakan kematian awak Sargon. Padahal jauh di wilayah Laut Arktik, 12 awak Sargon sedang berjuang bertahan hidup dari neraka es yang "mengubur" mereka.
________________________________________
Bertahan Hidup
Apa yang terjadi di kapal Sargon ?
Akhir Februari, badai salju dan cuaca buruk sudah berlalu. Setelah sepuluh hari kehabisan bahan bakar dan dipermainkan "amukan" alam, Sargon terseret ke Lautan Arktik (Kutub Utara) yang tertutup es. Kapal tak bisa bergerak, karena laut sekitar sudah membeku. Ini adalah puncak musim dingin di wilayah bumi bagian utara.
Seluruh awak Sargon yang bertahan di palka tak bisa melakukan apa-apa. Mereka hanya bisa berharap agar musim dingin segera berlalu. Dengan pakaian yang tak memadai, keluar dari kapal sama saja dengan bunuh diri. Suhu di luar sana sangat dingin, sekian derajat di bawah titik beku (minus nol derajat Celsius).
Sejak kapal terombang-ambing dipermainkan ombak dan cuaca, Kapten John Patton tak lepas dari alat navigasi dan peta. Ia berusaha memastikan koordinat posisi mereka, namun usaha itu sia-sia. Sama sia-sianya dengan kerja keras mereka untuk tetap mengendalikan kapal yang sudah kehabisan bahan bakar. Setelah berhari-hari mencoba melakukan orientasi peta dan selalu gagal, sang kapten pun dengan kesal membakar semua alat navigasi dan peta.
Selama terjebak di es, mereka memang membakar semua barang yang bisa dibakar. Ini perlu untuk mempertahankan suhu kapal agar tetap hangat. Sehari saja tanpa api, mereka bisa mati beku kedinginan. Bekal pun sudah habis, dan ikanlah satu-satunya makanan mereka dari hari ke hari di dalam palka. Untuk minum, mereka mencairkan salju dan bongkahan es.
Selama berbulan-bulan mereka hanya berdiam diri di ruang palka, hampir terbunuh oleh sepi. Namun semangat hidup mereka yang tinggi tetap menyala. Vitalitas inilah yang membuat mereka tetap berjuang melawan dingin yang mematikan.
Gunung Es
Pada 1 April 1923, John Patton yang pertama kali keluar dari palka kapal Sargon. Ia naik ke dek mengamati lingkungan es sekitarnya. Musim dingin baru saja berlalu. Saat berada di dek, John menatap garis horison di barat. Matanya terpaku pada sebuah gunung es di kejauhan yang terlihat bergerak. Suara gemuruh dan gemeretak es yang pecah semakin terdengar jelas.
Beberapa saat kemudian wajahnya memancarkan ketakutan luar biasa. Gunung es itu bergerak cepat langsung ke arah kapal mereka. Lapisan es yang menutup laut mulai terbelah. Tabrakan antara sesama bongkahan es menghamburkan potongan-potongan es ke udara. Menimbulkan semacam gelombang serpihan es. Kapten John Patton sadar, bahaya maut sedang datang ke arah mereka!
Seluruh awak kapal kembali merapat di dalam palka, bersiap menyongsong maut dan pasrah pada nasib. Gemuruh pecahan es terdengar semakin nyaring. Mendekat… mendekat… dan semakin dekat. Lalu gelombang besar susul-menyusul mengguncang kapal. Seluruh awak terlempar ke luar dari palka, terhempas ke dek.
Seluruh awak berpegangan erat. Kapal bergeser kencang dan terhempas menuju laut es yang sudah mencair. Meluncur cepat di antara dua celah gunung es. Diseret gelombang kembali ke laut lepas.
Lolos dari Maut
Sadar mereka telah lolos dari maut, seluruh awak berdiri bersorak girang. Mereka saling berpelukan. Sargon lolos dari cengkraman es. Sebuah mukjizat!
Setelah empat hari terapung-apung dan terseret arus, Sargon ditemukan oleh sebuah kapal Jerman "Schlewig Holstein". Awak kapal Jerman menolong mereka dan menarik Sargon ke Pelabuhan Reykjavic di Iceland.
Beberapa saat di Reykjavic, Sargon diperbaiki. Batu bara dan perbekalan diisi ulang. Setelah mengucapkan salam perpisahan dengan rasa terima kasih yang besar, Sargon kembali berlayar ke Grimsby. Minggu kedua April 1923, setelah empat bulan di neraka es, kedatangan mereka di Inggris disambut haru !